Sabtu, 17 Desember 2011

Pentingnya Konten Pedadgogi dalam Pembelajaran Sains

Ari Basuki

SMA Negeri 2 Tanjungpinang
Betha29124@yahoo.com

A.    Pengertian Konten Pedagogi.

            Pengetahuan tentang konten pedadogi dari suatu materi pelajaran “materi subjek” harus dimiliki bagi seorang pengajar. Aspek konten dimaksud, adalah salah satu aspek yang secara bersamaan dengan aspek sintaktik dan aspek substantif membentuk struktur suatu materi subjek. Aspek sintaktik mencakup perumusan dan cara validasi pengetahuan sedangkan aspek substantif mencakup organisasi konten ilmu. Konten merupakan pengetahuan sains yang semestinya dikuasai oleh pengajar mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori (Siregar, 1998).


        Pendapat sinis yang menyatakan bahwa pengajaran yang dilangsungkan oleh guru bukan merupakan upaya mentranfer ilmu pengetahuan atau memberikan ilmu pengetahuan yang salah perlu secara serius ditanggapi dalam kontek upaya pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran yang merupakan upaya mengarahkan siswa untuk dapat menjangkau aspek konten, sintaktikal maupun substantif hasil kegiatan penelitian ilmiah saintis, tidak akan tercapai tanpa dibarengi adanya pengetahuan strategi pengajaran yang di terapkan dengan tepat oleh guru. Hasil kegiatan penelitian ilmiah saintis sebagai suatu kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis yang disebut wacana (Tim penyusun kamus, 2002), selanjutnya ditransformasikan kedalam model teoritis atau matematik menjadi suatu bentuk eksplanasi ilmiah. Wacana yang merupakan representasi materi subjek inilah yang selanjutnya diramu dengan menggunakan kemampuan pedagogi, psikologi guru sebagai suatu bentuk eksplanasi pedagogis hingga mudah diajarkan serta mudah dijangkau oleh siswa. Sebagaimana pedagogi dimengerti sebagai suatu pengetahuan tentang strategi pengajaran (Enfield, 2000). Selanjutnya, pengetahuan konten pedagogi “Pedagogical Content Knowledge (PCK)” menurut Loughran et al. dalam De Jong (2006) didefinisikan sebagai pengetahuan seorang guru atau pengajar dalam menyuguhkan situasi mengajar untuk membantu pembelajar mengerti konten fakta sains. 
     Berdasarkan uraian singkat di atas timbul petanyaan yaitu: benarkah guru tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan atau mengajarkan ilmu pengetahuan yang salah pada siswa? Apa peran penting pengetahuan konten pedagogi dalam pembelajaran sains?

B.     Peran Pengetahuan Konten Pedagogi
Pengetahuan konten pedagogi dalam pembelajaran sains sangat penting ditinjau dari konteks awal wacana para saintis hingga menjadi eksplanasi pedagogik. Wacana yang merupakan hasil kegiatan ilmiah para saintis yang ditransformasikan ke model teoritis atau matematik hanya dapat dengan mudah dimengerti oleh rekan sejawat para ahli sains. Model ini sangat sulit di pahami oleh siswa tanpa ada keterlibatan aspek psikologi dan pedagogi.  Beberapa contoh yang dapat digunakan adalah:

a). fungsi gelombang orbital 1s yang di ungkapkan dalam bentuk model matematik dengan fungsi gelombangnya ( Sunarya, 2002), sangat sulit untuk dimengerti atau dijangkau siswa, juga sulit untuk di ajarkan oleh guru. Pentransformasian model matematik fungsi gelombang orbital 1s ke bentuk model ikonis bola akan lebih mudah dijangkau dan juga mudah diajarkan (Gambar 1).

                                                                                                      transformasi
         fungsi gelombang orbital 1s                                                      orbital 1s
            (model matematik)                                                           (model ikonik)
Gambar 1. Tranformasi model matematik menjadi model ikonik orbital 1s.

Fungsi pedagogi materi subjek “konten” model ikonik tersebut terletak pada kemampuannya untuk mengungkapkan kebenaran yang lebih dalam; jadi penggunaannya menyangkut kemampuan eksplanasi yang lebih tinggi ( Selley dalam Siregar, 1998).
Gambar 2. Liposom, misel dan lipid lapis ganda dalam bentuk bola-tongkat. Bola menunjukkan gugus hidrofil, sedangkan tongkat “ekor” sebagai gugus hirofob.

b). contoh lainnya adalah liposom, misel dan lipid lapis ganda seperti Gambar 2, lebih mudah dipahami oleh siswa dan lebih bermanfaat untuk digunakan guru dalam merepresentasikan materi terkait dibanding dengan menggambarkan struktur sebenarnya penyusun dari ketiga zat tersebut. Representasi struktur penyusun yang sebenarnya disamping rumit, juga sulit untuk digambarkan sehingga tidak memenuhi maksud dan tujuan menggunakannya (Voet & Voet, 2004).
 a) 
                                                                      Transformasi
Gambar 3. Transformasi persamaan sifat kinetika enzim dalam bentuk grafik.

c). Gambar 3. secara pedagogis, transformasi ke bentuk grafik (b) dari persamaan sifat laju reaksi katalisis enzim (a) lebih mudah dipahami siswa sebagai pembelajar dan mudah diajarkan oleh guru sebagai pengajar.
Secara lebih rinci hubungan antara eksplanasi ilmiah dari para saintis dan eksplanasi pedagogik oleh guru pada siswa terlihat pada Gambar 4 berikut. Siswa sebagai pembelajar membutuhkan eksplanasi ilmiah yang telah ditransformasikan menjadi materi subjek termasuk di dalamnya yaitu konten, agar memenuhi kriteria mudah diajarkan dan mudah dijangkau. Mudah diajarkan berhubungan dengan tugas manipulasi konten agar sesuai dengan kondisi intelektual siswa. Mudah dijangkau merujuk pada tansformasi konten “materi subjek” menurut kriteria psikologi pembelajaran.

Gambar 4. Hubungan antara eksplanasi ilmiah dan eksplanasi pedagogi
             
     Pengungkapan fungsi intelektual tugas mengajar dilihat dalam hubungannya dengan komponen dan organisasi pengetahuan dasar dari tugas mengajar. Salah satu jawabanya yang dianggap tepat adalah pandangan Shulman (1987) dalam Siregar (1998). Shulman mengidentifikasikan tujuh pengetahuan dasar tugas mengajar yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi subjek. Pengetahuan dasar tersebut mencakup:
1.   Pengetahuan materi subjek, merujuk pada banyaknya dan organisasi pengetahuan guru yang mencakup baik konten, aspek substantif, maupun aspek sintaktikalnya.
2.    Pengetahuan pedagogi umum, merujuk pada prinsip-prinsip dan strategi pengelolaan dan oganisasi kelas yang menyangkut pengetahuan umum. Prinsip dan strategi mengajar juga dikendalikan oleh keyakinan, dan pengetahuan praktis guru.
3.  Pengetahuan konten pedagogikal, adalah pengetahuan dalam mengorganisasikan konten, yang cocok untuk tugas mengajar. Ini mencakup representasinya dalam bentuk yang bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman pembelajar. 
4.   Pengetahuan kurikulum, merujuk pada materi dan program yang berfungsi sebagai alat khusus bagi guru dalam menentukan tujuan pengajaran pada berbagai jenjang kelas.
5. Pengetahuan pembelajar dan karakteristiknya, untuk mengembangkan pengajaran.
6.    Pengetahuan konteks pendidikan, berkaitan dengan cara bekerjanya kelompok kecil disekolah hingga pada bagaimana organisasi sekolah dan pembiayaan sekolah.
7.   Pengetahuan tentang tujuan akhir persekolahan, membicarakan maksud, nilai dan tujuan, dasar filosofi, dan dasar sejarah (Siregar, 1998).
     Terlihat bahwa: (menggunakan pendapat Selley di atas) “pembelajaran yang dilangsungkan oleh guru menyuguhkan pada siswa ilmu pengetahuan dengan kemampuan eksplanasi yang lebih tinggi, sedangkan pengetahuan konten pedagogi guru memiliki posisi sentral dalam keberhasilan proses pembelajaran siswa”. Transformasi konten diarahkan pada pembelajar agar dapat mengikuti proses belajar mengajar, sedangkan pengajar terlibat secara intensif pada aspek pedagogi.

C.    Standar Kemampuan Pedagogi  Guru

Kemampuan segi pedagogi seorang guru sains merujuk pada: tindakan, strategi dan metodologi yang digunakan oleh guru sains; interaksi dengan siswa dalam rangka meningkatkan pembelajaran dan sikap; pengorganisasian kelas secara efektif; menggunakan teknologi dan meningkatkan pembelajaran; menggunakan konsep-konsep utama dan bertumpu pada siswa dalam menyuguhkan pembelajaran baru (Spector, 1995).
Standar kemampuan pedagogi guru, sebagaimana yang diusulkan dalam National Science Education Standar (NSES), contoh kriteria calon guru, guru pemula dan guru professional seperti pada table berikut:
Level calon guru
Level guru pemula

Level guru professional

A. Merencanakan dan melaksanakan strategi pembelajaran sains yang sesuai untuk pembelajar dengan latar belakang dan gaya belajar yang berbeda.
A. Merencanakan dan terus menerus melakukan  berbagai alternatif  kegiatan untuk suatu konsep; dapat mengidentifikasi perbedaan pokok pembelajar pada banyak siswa.
A. Menunjukkan kemampuan menggunakan strategi alternatif pada saat menemui tuntutan pembelajaran yang bervariasi dan secara sistematik melakukan aktivitas pembelajaran yang bervariasi.
B. Menunjukkan kemampuan mendorong siswa secara efektif dalam pembelajaran sains, baik secara individu atau dalam kerja kelompok pada berbagai kegiatan belajar.
B. Secara berkesinambungan mengajarkan sains dengan baik secara individu maupun kelompok , mengikuti kebebasan “ruang gerak” pembelajar dalam pengorganisasian kelompok berdasarkan umur dan latar belakang.
B. Menerapkan aturan interaksi soaial dan kelompok sebagai dasar untuk belajar konseptual dan inkuiri, serta menggunakan strategi untuk memfasilitasi kebutuhan siswa dalam membentuk dan mengorganisasi kelompok secara mandiri.
C. Indentifikasi sasaran dan mengajukan alas an yang baik dan rasional, bertumpu pada kebutuhan siswa, untuk memilih strategi khusus pembelajaran sains.
C. Menunjukkan kefleksibelan dalam merencanakan dan menerapkan strategi mengajar, dan memakai observasi langsung seta asesmen dalam mengungkapkan tindakan sampingan.
C. Siap mengungkapkan latar belakang tindakan dan dapat merubah strategi secara cepat untuk memperoleh keuntungan suatu kesempatan yang didapat untuk bisa diajarkan serta dari tinjauan yang sesaat.
D. Menggunakan teknologi yang tepat, termasuk komputer, untuk menyuguhkan pengajaran sains.
D.Berkesinambungan menggunakan teknologi yang ada dalam pengajaran. Termasuk siswa dalam rangka pemanfaatan teknologi untuk pencarian, mendapatkan informasi dan proses data; teknologi berkaitan pada proses inkuiri.
D. Mengindetifikasi teknologi informasi sebagai landasan pengajaran, belajar dan praktek sains dan juga memberi dorongan pada siswa baik dalam penggunaan teknologi maupun dalam rangka pemahaman sains dan pembelajaran.
E. Menggunakan berbagai metode mengajar untuk menyuguhkan konsep penting dari sudut pandang yang berbeda; dan menggunakan siklus belajar untuk beberapa bentuk pengajaran.
E. Membangun daftar “repertoire” materi mengajar dan siklus belajar untuk menyuguhkan konsep dari beberapa sudut pandang. 
E. Memiliki kemampuan mengembangkan secara tepat rangkaian materi yang berhubungan secara tematik dan siklus belajar digunakan pada pengajaran konsep dari sudut pandang berbeda.
F. Mengidentifikasi miskonsepsi siswa yang umum terjadi atau kehilafan konsepsi dalam mengajar, sumbernya, dan ketepatan tanggapan mengajar.
F. Memulai identifikasi sistematik dan mencegah miskonsepsi siswa atau kekhilafan konsep dan merencanakan kegiatan serta pelaksanaan diskusi, juga perubahannya.
F. Berkesinambungan mencegah miskonsepsi dan kekhilafan konsepsi serta menggunakan asesmen sebagai landasar untuk lebih merekonstruksi penerimaan konsep secara saintifik berserta keterkaitannya.

Daftar Pustaka

De Jong O., Van Driel H. J., Verloop N. (2006). Preservice Techers’ Pedagogical Content Knowledge of Using Particle Models in Teaching Chemistry.

Siregar, N. (1998). Penelitian Kelas: Teori, Metodologi dan Analsis. Bandung: CV. Andira.

Spector, B. (1995). Inventing technology education: Insights for change from a science educator's perspective. Tampa FL: University of South Florida Adult and Vocational Education Department.

Sunarya, Y. (2002). Common Textbook: Ikatan Kimia. Bandung: FMIPA-UPI.

Tim Penyusun Kamus. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka.

Voet, D & Voet G. J. (2004). Biochemistry. Pennsylvania USA: John Wiley & Sons, Inc.

AriKhemist Headline Animator

My Headlines