A. JUDUL PENELITIAN
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA
KELAS X MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI POKOK ZAMAN
PRASEJARAH
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan pendidikan di
Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam UUD 1945 pada pasal 31
ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Peran pendidikan nasional yang
berkaitan dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan
dan memperdalam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat
kebangsaan (patriotisme).
Upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional melalui penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP
2006) dimana didalamnya terdapat perubahan materi dalam pembelajaran sejarah. Pernyataan
yang sangat fenomenal dari Presiden Sukarno yang berkaitan erat dengan sejarah bahwa
”bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan
bangsanya”. Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji
secara mendalam mengandung pengertian Verstehen
dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami dalam membuka tabir
kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu bangsa dengan
sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan jiwa
jaman tersebut.
Pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang
membosankan, siswa akan bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita
harus mempelajari masa lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya
kita belajar sejarah? masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau
dipelajari. Hambatan-hambatan umum dalam pembelajaran sejarah dapat diungkap yaitu;
(1) doktrin patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan
SMA tidak terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi
masa lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia
di dunia (3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4)
ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum
yang selalu berubah-ubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7)
tidak memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah
adalah ilmu sosial selalu dipandang sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas
dua setelah eksakta. Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi kepada pengajar bagaimana supaya siswa lebih giat
memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif, begitu pula pendekatan yang
dilakukan dalam strategi belajar
mengajar sehingga hasil belajar siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai
dengan kompetensi yang diharapkan.
Pengajaran sejarah
mengupayakan siswa agar dapat membangun pemikiran yang kritis analisis dari
interpretasi kebenaran fakta dan data secara benar baik pada ranah kognitif,
maupun afektif (Hariyono, 1998). Kurikulum pelajaran sejarah tahun 1984-an pernah dicoba mata pelajaran baru cabang
sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB (Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen kurikulum 1994. Terdapat tanggapan bahwa pembelajaran sejarah
cenderung hanya ingatan, dan hafalan,
guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab bercerita lebih tepat
untuk kajian masa lalu. Guru-guru sejarah kesulitan menentukan formula (teknik,
metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi tertentu.
Pembelajaran sejarah,
dimanapun secara umum hanya bersumber pada buku paket untuk dibaca atau LKS
untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan bukti konkrit visual berupa gambar,
foto, dan peta. Pemahaman sejarah hanya sebatas ingatan tanpa bisa menyelami
peristiwanya; sebagai contoh pada tahun 1944 Jepang melakukan praktek romusya
terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya memahami bahwa romusya adalah kerja
paksa tetapi tidak mengetahui bentuk
kerja paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini
menjadi bias jika tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding (Notosusanto, 1985).
Keadaan di atas akan membawa
dampak yang tidak menguntungkan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran
sejarah dan semestinya dicarikan pemecahan alternatif yang paling efektif dan
efisien atau solusi sebagai pelaksanaan perbaikan metode atau pendekatan
pembelajaran beserta teknik dan bentuk yang sesuai dengan kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa. Peneliti sebagai guru sejarah mengupayakan peningkatan
hasil belajar sejarah dan aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model kooperatif
jigsaw pada materi pokok Zaman prasejarah dalam suatu penelitian tindakan kelas.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
masalah, permasalahan utama dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana
peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X dalam materi pokok Zaman
prasejarah melalui penerapan model kooperatif jigsaw?”. Permasalahan utama
diuraikan atas beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar?
2. Apakah
penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa?
3.
Bagaimakah minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model kooperatif
jigsaw?
4.
Bagaimanakah tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok Zaman
prasejarah melalui model kooperatif jigsaw?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian berdasarkan
permasalahan utama dan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa.
2.
Meningkatkan aktivitas siswa
3.
Mengungkap minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model kooperatif
jigsaw.
4.
Mengungkap tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok Zaman
prasejarah melalui model kooperatif jigsaw.
5.
Memformulasikan strategi pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah dengan
model kooperatif jigsaw bagi siswa SMA kelas X.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat hasil penelitian
tindakan dapat digunakan untuk:
1. Siswa :
·
Membantu siswa mencapai kompentensi diri dalam
menuntaskan materi pembelajaran sejarah
·
Membantu siswa meningkatkan hasil belajar dalam
pembelajaran sejarah.
·
Membantu siswa memahami konsep, kejadian,
peristiwa, fakta, data dan interprestasi serta kebenaran sejarah lewat
gambar-gambar
·
Konstruktif dalam menelaah eksistensi masa lalu,
menghargai perjuangan dan hasil kebudayaan masa lampau lewat visualisasi.
·
Membangun keberanian mengungkapkan fakta sejarah,
kritis pada setiap peristiwa masa lampau
2. Guru :
·
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang
penelitan tindakan kelas.
·
Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
secara komprehensif dengan berbagai pendekatan dan penilaian.
·
Memotivasi untuk menerapkan model pembelajaran
yang kreatif serta inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
E. KAJIAN TEORI
I.
Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda. Setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran pada saat
menyelesaikan tugas kelompoknya. Belajar dikatakan belum selesai jika salah
satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
a. Siswa harus memiliki
persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
b. Siswa harus memiliki
tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain
tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Siswa harus berpandangan
bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa membagi tugas
dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
e. Siswa diberikan satu
evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi
kelompok.
f. Siswa berbagi
kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama
belajar.
g. Siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Thompson, et
al. (1995), menatakan bahwa pembelajaran kooperatif turut menambah
unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas
disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan
yang heterogen. Kelompok heterogen dimaksud yaitu terdiri dari campuran berbagai
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima
perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pembelajaran kooperatif mendidik siswa dalam hal
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin,
1995).
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan
kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan
individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin,
1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan
diantaranya untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, et al (2000), yaitu:
a. Hasil
belajar akademik
Meskipun belajar kooperatif mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit. Pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, di
samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif
adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah perilaku guru menurut model
pembelajaran kooperatif secara berurutan seperti yang diuraiakan oleh Arends adalah
sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pembelajaran kooperatif memiliki enam fase
(Arends, 1997).
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkahlaku Guru
|
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
|
Guru menyampaikan semua
tujuan pmbelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar .
|
Fase 2:
Menyajikan informasi.
|
Guru menyampaikan
informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
|
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok belajar.
|
Guru menjelaskan kepada
siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
|
Fase 4:
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas.
|
Fase 5:
Evaluasi.
|
Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
|
Fase 6:
Memberikan penghargaan.
|
Guru mencari cara-cara
untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
|
Pembelajaran
kooperatif dimulai dengan kegiatan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering
dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah yaitu
siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif
meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah
dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4–6 orang
secara
heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,
1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang
lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie,
2008).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan
topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain
tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa
itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok
yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim
ahli.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membagi
kelompok atas kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok
induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan seperti Gambar
1 (Arends, 2001).
Gambar 1.
Ilustrasi Kelompok jigsaw
Anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu
dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi
yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama
lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota
kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi
tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa
diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim
yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan
kuis dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, disusun berdasarkan langkah-langkah pokok sebagai berikut; (1)
pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4)
mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diatur
secara instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995):
a. Membaca: siswa
memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
b. Diskusi
kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu untuk
mendiskusikan topik tersebut.
c. Diskusi
kelompok asal: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada
kelompoknya.
d. Kuis: siswa
memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
e. Penghargaan kelompok:
penghitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Perhitungan skor perkembangan individu dan skor
kelompok dilakukan setelah kuis dilakukan. Skor individu setiap kelompok
memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh
pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir. Arends (1997) memberikan petunjuk perhitungan
skor kelompok sebagaimana terlihat dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Konversi Skor Perkembangan
Skor
Kuis Individu
|
Skor
Perkembangan
|
1.
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
2.
10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal
3.
Skor awal sampai 10 poin di atasnya
4.
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
5.
Nilai sempurna (tidak didasarkan skor awal)
|
5
10
20
30
30
|
Penentuan tingkat penghargaan yang diberikan untuk
prestasi kelompok, menurut Arends (1997) dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3.
Tingkat Penghargaan Kelompok
Rata-rata
Kelompok
|
Penghargaan
|
15
20
25
|
Good
Team (Tim yang bagus)
Great
Team (Tim yang hebat)
Super
Team (Tim yang super)
|
II. Penguasaan Konsep sebagai Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan
kemampuan atau kecakapan yang dimiliki peserta didik setelah melalui pengalaman
dari proses pembelajaran yang telah ditempuhnya. Kemampuan dimaksud mencakup
kemampuan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pembelajaran yang
dilakukan dapat mencakup baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sukmadinata (2004)
mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu konsep yang bersifat umum, di
dalamnya tercakup apa yang disebut prestasi (achievement). Prestasi merupakan suatu perilaku hasil belajar yang
dihubungkan dengan suatu standar kesempurnaan (standard of excellence). Sudjana (2000) mengungkapkan bahwa, hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang
diperoleh dari kegiatan belajar.
Keberhasilan siswa dalam
melakukan kegiatan belajar secara tepat dan dapat dipercaya penting untuk
diketahui. Hal ini diperlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif
dan memadai tentang indikator-indikator hasil belajar siswa. Hasil belajar
teramati pada perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan berkaitan dengan
tujuan dan materi pembelajaran. Hasil belajar yang ingin dicapai hendaknya sesuai
dengan tujuan belajar yang ada, menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Hasil belajar aspek kognitif
hasil revisi Anderson dan Krathwhol (Krathwhol, 2002), dapat ditinjau dari dua
dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi proses
kognitif hasil belajar terdiri dari proses mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menganalisa (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create).
Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual (factual knowledge),
pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural
knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).
Proses
mengingat merupakan perolehan pengetahuan yang sesuai dari memori jangka panjang.
Memahami berarti dapat memaknai pesan-pesan yang diperoleh dari pembelajaran
dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafik. Menerapkan adalah
menggunakan suatu prosedur tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Menganalisa yaitu menguraikan menjadi bagian-bagian penyusun dan mencari
bagaimana hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya dari keseluruhan
struktur. Mengevaluasi adalah kemampuan membuat suatu keputusan berdasarkan
kriteria-kriteria atau standart. Mencipta merupakan suatu kemampuan penggunaan
bahan dasar tertentu secara bersama untuk membentuk suatu yang baru
(Brandstorm, 2005).
Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan utama
dan mendasar yang harus diketahui siswa pada saat mempelajari suatu disiplin
atau menyelesaikan masalah yang terkait dengan disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan antara bagian-bagian
utama dari suatu struktur yang lebih besar yang ditunjukkan adanya fungsi
bagian tersebut secara keseluruhan. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan
tentang bagaimana melakukan sesuatu seperti metode berpikir, kriteria, teknik
maupun metode. Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan tentang kognisi
secara umum seperti kesadaran dan pengetahuan seseorang dalam hal kognisi dirinya
sendiri (Krathwhol, 2002).
Unsur-unsur yang terdapat
dalam aspek psikomotor seperti dinyatakan Elizabeth dan Bloom (Biehler dan
Snowman, 1990) adalah:
1) Tanggapan (perception),
yaitu penggunaan organ indera untuk menghasilkan isyarat yang diperlukan pada
aktivitas gerakan terarah, terdiri dari: a) perangsangan panca indera (sensory
stimulation), merupakan penerjemahan terhadap rangsangan panca indera
dengan contoh mendengarkan suara yang
dikeluarkan senar biola berdasarkan bunyi garpu tala; b) pemilihan isyarat (cue
selection), merupakan pengidentifikasian isyarat-isyarat yang relevan dan
menghubungkannya dengan sikap yang tepat dengan contoh pengaturan kembali suara
yang menunjukkan indikasi kesalahan fungsi alat, menambah vaselin pada kran
buret karena terasa mulai kesat; c) translasi (translation) merupakan
penghubungan isyarat panca indera pada saat melakukan aksi gerakan dengan
contoh mengatur aliran larutan standar pada buret dengan memutar keran,
meneteskan larutan untuk ketepatan volume larutan pada gelas ukur.
2) Kesiapan (set)
yaitu kesiapan dalam melakukan suatu tindakan, terdiri dari: a) kesiapan mental
(mental set), merupakan kesiapan mental untuk melakukan tindakan dengan
contoh mengetahui dan mempertimbangkan keadaan yang terjadi setelah reaksi pada
tabung; b) kesiapan fisik (physical set), merupakan kesiapan tubuh dalam
melakukan suatu tindakan dalam bentuk posisi tubuh, postur, titik pandang dan
perhatian pada arahan dengan contoh menggunakan mereaksikan zat pada tabung
reaksi secara tepat; c) kesiapan emosi (emotional set), merupakan adanya
kemauan dan keinginan untuk melakukan tindakan.
3) Respon terarah (guided
responses) yaitu bertindak sesuai
arahan suatu pedoman atau model, terdiri dari: a) peniruan (imitation),
merupakan mencontoh tindakan dari
seseorang dengan contoh mengayunkan reket setelah melihat seorang ahli
mendemonstrasikan pukulan, mengaduk campuran larutan dalam labu takar setelah
melihat cara yang dilakukan guru; b) coba-coba (trial and error),
merupakan percobaan berbagai tindakan sebelum diperoleh satu tindakan yang
benar dengan contoh melakukan berbagai cara mengaduk campuran hingga larut
sempurna.
4) Mekanisme (mechanism)
yaitu kemampuan untuk bertindak seperti yang biasa dilakukan dengan beberapa
tingkatan.
5) Respon kompleks yaitu
melakukan tindakan dengan keahlian tingkat tinggi.
6) Adaptasi (adaptation)
yaitu menggunakan keahlian yang dimiliki dari belajar untuk melakukan suatu
yang baru tetapi masih berhubungan dengan yang ada dengan contoh menggunakan
kemampuan hasil belajar mengetik dengan mesin tik serta dikembangkan untuk
penerapan pada pengetikan dengan komputer.
7)
”Origination” yaitu membuat gerakan baru
setelah mengadakan pengembangan keahlian lebih lanjut, dengan contoh
menciptakan bentuk baru tarian modern.
F.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rencana dan Prosedur
Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian PTK dilakukan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dengan pembelajaran Zman
prasejarah dengan model kooperatif jigsaw dan observasi, serta refleksi
(Arikunto dkk, 2007: 16) dan (Burns,
1999: 33; Lewin dalam Sukmadinata, 2005: 145).
Disain penelitian tindakan
salah satunya adalah model Kemmis dan Mc Taggrat, yaitu berupa perangkat atau
untaian-untaian dengan satu perangkat yang terdiri dari empat komponen antara
lain: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang
berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Model tersebut digambarkan
seperti Gambar 2. Siklus pada tindakan ini merupakan suatu putaran kegiatan
yang berbentuk spiral terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi (Depdikbud,1999: 22).
Gambar 2. Siklus Penelitian
Tindakan Model Kemmis dan Taggrat
2. Subjek
Penelitian
Subjek penelitian yang
digunakan adalah siswa SMA Negeri 1 Bintan Kelas X sebanyak 32 orang.
3. Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan
dengan tahapan:
1) Perencanaan
tindakan
a) Menentukan
pokok bahasan yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan.
b) Merancang
RPP
c) Menyusun
skenario pembelajaran yang sesuai dengan strategi, metoda, dan teknik yang
ditetapkan.
d) Menyiapkan
Lembar Kerja Siswa (LKS)
e) Menyiapkan
sumber belajar
f) Menyiapkan
format laporan observasi aktivitas guru dan siswa serta tanggapan siswa.
g) Menyusun
instrumen pengumpul data
h) Menetapkan
indikator pencapaian hasil belajar.
i)
Menyiapkan format evaluasi
2) Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan tindakan merupakan
pelaksanaan proses pembelajaran pada materi pokok Zaman prasejarah dengan
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif jigsaw. Langkah-langkah proses pembelajaran
dilakukan dengan enam tahapan.
3) Observasi
Observasi
dilakukan oleh guru mitra saat pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal yang
diobservasi yaitu kegiatan atau aktivitas guru, aktivitas siswa. Aktivitas guru
diobservasi mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, hingga kegiatan akhir.
Observasi aktivitas siswa dilakukan terhadap aktivitas bertanya, menanggapi
pertanyaan, dan diskusi.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan setelah
hasil observasi diperoleh. Hasil observasi digunakan untuk refleksi perbaikan
tindakan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus selanjutnya.
4. Alat
Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru
dan siswa, angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, pedoman
wawancara, dan soal tes.
5. Teknik
Analisis Data
Analisis data kualitatif berupa
data hasil observasi dianalisis secara deskriptif berdasarkan pendapat ahli
pada setiap siklus pada tahapan refleksi. Hasil refleksi digunakan untuk
merevisi tindakan melalui perencanaan tindakan pada siklus selanjutnya. Analisis data kualitatif
didukung oleh data kuantitatif dari hasil tes. Data kuantitatif hasil tes
dihitung rata-ratanya untuk melihat ketercapaian KKM.
G. JADWAL PENELITIAN
JADWAL PELAKSANAN
PENELITIAN
No
|
Kegiatan
|
Alokasi Waktu
|
Keterangan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
A
|
Persiapan
1. Penyusunan Proposal
|
9 hari
|
|
2. Penyusunan Instrimen untuk data pengamatan dan
wawancara
|
6 hari
|
||
3. Kontak awal, minta ijin, mengadakan
kesepakatan dengan responden
|
1 hari
|
||
B
|
Pelaksanaan
1. Pengumpulan data dan pencatatan data
|
1 hari
|
|
2. Mengadakan wawancara guru dan siswa
|
|||
4. Refleksi
Perencanaan Tindakan Lanjutan refleksi (persiapan
pelaksanaan)
|
2 hari
|
||
C
|
Pelaksanaan Siklus 2
|
6 hari
|
|
D
|
Pelaksanaan Siklus 3
|
6 hari
|
|
E
|
Penyusunan Laporan
|
15 hari
|
|
Jumlah
|
47 hari
|
H. DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management.
Arends, R. I. (2001). Learning to Teach.
Arikunto S., Suhardjono., Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (Sixth edition).
Brandstorm, A. (2005). Differentiated Task in Mathematics Textbooks: An Analysis of the levels of difficulty.
Burns Anne. (1999). Collaborative Action Research for English Language Teacher. Cambridge: Cambridge University Press.
Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Press.
Krathwohl R. D. (2002). A revision of Bloom’s: an overview – Benjamin S. Bloom, University of Chicago.
Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lungdren, L. (1994). Cooperative Learning in The Science Classroom.
Slavin. (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition.
Slavin. (1994). Educational Psychology, Theory and Practice.
Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata, N.S, (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.