Sabtu, 05 Januari 2013

CONTOH PROPOSAL PTK MATA PELAJARAN SEJARAH


A.      JUDUL PENELITIAN
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KELAS X MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI POKOK ZAMAN PRASEJARAH

B.       LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Peran pendidikan nasional yang berkaitan dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan (patriotisme).
Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006) dimana didalamnya terdapat perubahan materi dalam pembelajaran sejarah. Pernyataan yang sangat fenomenal dari Presiden Sukarno yang berkaitan erat dengan sejarah bahwa ”bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan bangsanya. Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji secara mendalam mengandung pengertian Verstehen dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami dalam membuka tabir kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan jiwa jaman tersebut.
Pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan, siswa akan bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah? masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau dipelajari. Hambatan-hambatan umum dalam pembelajaran sejarah dapat diungkap yaitu; (1) doktrin patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan SMA tidak terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi masa lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di dunia (3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4) ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum yang selalu berubah-ubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7) tidak memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah adalah ilmu sosial selalu dipandang sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas dua setelah eksakta. Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi  kepada pengajar bagaimana supaya siswa lebih giat memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif, begitu pula pendekatan yang dilakukan dalam  strategi belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.
Pengajaran sejarah mengupayakan siswa agar dapat membangun pemikiran yang kritis analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara benar baik pada ranah kognitif, maupun afektif (Hariyono, 1998). Kurikulum pelajaran sejarah tahun 1984-an  pernah dicoba mata pelajaran baru cabang sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen kurikulum 1994.  Terdapat tanggapan bahwa pembelajaran sejarah cenderung hanya ingatan, dan hafalan,  guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab bercerita lebih tepat untuk kajian masa lalu. Guru-guru sejarah kesulitan menentukan formula (teknik, metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi tertentu.
Pembelajaran sejarah, dimanapun secara umum hanya bersumber pada buku paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan bukti konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta. Pemahaman sejarah hanya sebatas ingatan tanpa bisa menyelami peristiwanya; sebagai contoh pada tahun 1944 Jepang melakukan praktek romusya terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya memahami bahwa romusya adalah kerja paksa tetapi tidak mengetahui bentuk  kerja paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini menjadi bias jika tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding (Notosusanto, 1985).
Keadaan di atas akan membawa dampak yang tidak menguntungkan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah dan semestinya dicarikan pemecahan alternatif yang paling efektif dan efisien atau solusi sebagai pelaksanaan perbaikan metode atau pendekatan pembelajaran beserta teknik dan bentuk yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Peneliti sebagai guru sejarah mengupayakan peningkatan hasil belajar sejarah dan aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model kooperatif jigsaw pada materi pokok Zaman prasejarah dalam suatu penelitian tindakan kelas.

C.      RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan utama dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X dalam materi pokok Zaman prasejarah melalui penerapan model kooperatif jigsaw?”. Permasalahan utama diuraikan atas beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar?
2. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa?
3. Bagaimakah minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model kooperatif jigsaw?
4. Bagaimanakah tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw?

D. TUJUAN PENELITIAN
      Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan utama dan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Meningkatkan aktivitas siswa
3. Mengungkap minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model kooperatif jigsaw.
4. Mengungkap tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw.
5. Memformulasikan strategi pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah dengan model kooperatif jigsaw bagi siswa SMA kelas X.

D.      MANFAAT PENELITIAN
Manfaat hasil penelitian tindakan dapat digunakan untuk:
1. Siswa :
·         Membantu siswa mencapai kompentensi diri dalam menuntaskan materi pembelajaran sejarah
·         Membantu siswa meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran sejarah.
·         Membantu siswa memahami konsep, kejadian, peristiwa, fakta, data dan interprestasi serta kebenaran sejarah lewat gambar-gambar
·         Konstruktif dalam menelaah eksistensi masa lalu, menghargai perjuangan dan hasil kebudayaan masa lampau lewat visualisasi.
·         Membangun keberanian mengungkapkan fakta sejarah, kritis pada setiap peristiwa masa lampau
2. Guru :
·           Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang penelitan tindakan kelas.
·           Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara komprehensif dengan berbagai pendekatan dan penilaian.
·           Memotivasi untuk menerapkan model pembelajaran yang kreatif serta inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.



E.       KAJIAN TEORI

I.     Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran pada saat menyelesaikan tugas kelompoknya. Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
a.    Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
b.    Siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.    Siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.   Siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
e.    Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.     Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.    Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Thompson, et al. (1995), menatakan bahwa pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Kelompok heterogen dimaksud yaitu terdiri dari campuran berbagai kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pembelajaran kooperatif mendidik siswa dalam hal keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan diantaranya untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al (2000), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Meskipun belajar kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif secara berurutan seperti yang diuraiakan oleh Arends adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pembelajaran kooperatif memiliki enam fase (Arends, 1997).
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase


Tingkahlaku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pmbelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar .
Fase 2:
Menyajikan informasi.
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5:
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Pembelajaran kooperatif dimulai dengan kegiatan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah yaitu siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang
secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,
1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, 2008).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membagi kelompok atas kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan seperti Gambar 1 (Arends, 2001).
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok jigsaw

Anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun berdasarkan langkah-langkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995):
a.    Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
b.    Diskusi kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut.
c.    Diskusi kelompok asal: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada kelompoknya.
d.   Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
e.    Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok dilakukan setelah kuis dilakukan. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir. Arends (1997) memberikan petunjuk perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Konversi Skor Perkembangan
Skor Kuis Individu
Skor Perkembangan
1.      Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
2.      10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal
3.      Skor awal sampai 10 poin di atasnya
4.      Lebih dari 10 poin di atas skor awal
5.      Nilai sempurna (tidak didasarkan skor awal)
5
10
20
30
30

Penentuan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok, menurut Arends (1997) dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-rata Kelompok
Penghargaan
15
20
25
Good Team (Tim yang bagus)
Great Team (Tim yang hebat)
Super Team (Tim yang super)


II. Penguasaan Konsep sebagai Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki peserta didik setelah melalui pengalaman dari proses pembelajaran yang telah ditempuhnya. Kemampuan dimaksud mencakup kemampuan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pembelajaran yang dilakukan dapat mencakup baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sukmadinata (2004) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu konsep yang bersifat umum, di dalamnya tercakup apa yang disebut prestasi (achievement). Prestasi merupakan suatu perilaku hasil belajar yang dihubungkan dengan suatu standar kesempurnaan (standard of excellence). Sudjana (2000) mengungkapkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang  diperoleh dari kegiatan belajar.
Keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan belajar secara tepat dan dapat dipercaya penting untuk diketahui. Hal ini diperlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif dan memadai tentang indikator-indikator hasil belajar siswa. Hasil belajar teramati pada perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan berkaitan dengan tujuan dan materi pembelajaran. Hasil belajar yang ingin dicapai hendaknya sesuai dengan tujuan belajar yang ada, menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar aspek kognitif hasil revisi Anderson dan Krathwhol (Krathwhol, 2002), dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi proses kognitif hasil belajar terdiri dari proses mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisa (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).
 Proses mengingat merupakan perolehan pengetahuan yang sesuai dari memori jangka panjang. Memahami berarti dapat memaknai pesan-pesan yang diperoleh dari pembelajaran dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafik. Menerapkan adalah menggunakan suatu prosedur tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Menganalisa yaitu menguraikan menjadi bagian-bagian penyusun dan mencari bagaimana hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya dari keseluruhan struktur. Mengevaluasi adalah kemampuan membuat suatu keputusan berdasarkan kriteria-kriteria atau standart. Mencipta merupakan suatu kemampuan penggunaan bahan dasar tertentu secara bersama untuk membentuk suatu yang baru (Brandstorm, 2005).
Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan utama dan mendasar yang harus diketahui siswa pada saat mempelajari suatu disiplin atau menyelesaikan masalah yang terkait dengan disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan antara bagian-bagian utama dari suatu struktur yang lebih besar yang ditunjukkan adanya fungsi bagian tersebut secara keseluruhan. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu seperti metode berpikir, kriteria, teknik maupun metode. Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan tentang kognisi secara umum seperti kesadaran dan pengetahuan seseorang dalam hal kognisi dirinya sendiri  (Krathwhol, 2002).
Unsur-unsur yang terdapat dalam aspek psikomotor seperti dinyatakan Elizabeth dan Bloom (Biehler dan Snowman, 1990) adalah:
1)      Tanggapan (perception), yaitu penggunaan organ indera untuk menghasilkan isyarat yang diperlukan pada aktivitas gerakan terarah, terdiri dari: a) perangsangan panca indera (sensory stimulation), merupakan penerjemahan terhadap rangsangan panca indera dengan  contoh mendengarkan suara yang dikeluarkan senar biola berdasarkan bunyi garpu tala; b) pemilihan isyarat (cue selection), merupakan pengidentifikasian isyarat-isyarat yang relevan dan menghubungkannya dengan sikap yang tepat dengan contoh pengaturan kembali suara yang menunjukkan indikasi kesalahan fungsi alat, menambah vaselin pada kran buret karena terasa mulai kesat; c) translasi (translation) merupakan penghubungan isyarat panca indera pada saat melakukan aksi gerakan dengan contoh mengatur aliran larutan standar pada buret dengan memutar keran, meneteskan larutan untuk ketepatan volume larutan pada gelas ukur.
2)      Kesiapan (set) yaitu kesiapan dalam melakukan suatu tindakan, terdiri dari: a) kesiapan mental (mental set), merupakan kesiapan mental untuk melakukan tindakan dengan contoh mengetahui dan mempertimbangkan keadaan yang terjadi setelah reaksi pada tabung; b) kesiapan fisik (physical set), merupakan kesiapan tubuh dalam melakukan suatu tindakan dalam bentuk posisi tubuh, postur, titik pandang dan perhatian pada arahan dengan contoh menggunakan mereaksikan zat pada tabung reaksi secara tepat; c) kesiapan emosi (emotional set), merupakan adanya kemauan dan keinginan untuk melakukan tindakan.
3)      Respon terarah (guided responses) yaitu  bertindak sesuai arahan suatu pedoman atau model, terdiri dari: a) peniruan (imitation), merupakan mencontoh tindakan  dari seseorang dengan contoh mengayunkan reket setelah melihat seorang ahli mendemonstrasikan pukulan, mengaduk campuran larutan dalam labu takar setelah melihat cara yang dilakukan guru; b) coba-coba (trial and error), merupakan percobaan berbagai tindakan sebelum diperoleh satu tindakan yang benar dengan contoh melakukan berbagai cara mengaduk campuran hingga larut sempurna.
4)      Mekanisme (mechanism) yaitu kemampuan untuk bertindak seperti yang biasa dilakukan dengan beberapa tingkatan.
5)      Respon kompleks yaitu melakukan tindakan dengan keahlian tingkat tinggi.
6)      Adaptasi (adaptation) yaitu menggunakan keahlian yang dimiliki dari belajar untuk melakukan suatu yang baru tetapi masih berhubungan dengan yang ada dengan contoh menggunakan kemampuan hasil belajar mengetik dengan mesin tik serta dikembangkan untuk penerapan pada pengetikan dengan komputer.
7)      Origination” yaitu membuat gerakan baru setelah mengadakan pengembangan keahlian lebih lanjut, dengan contoh menciptakan bentuk baru tarian modern. 

F.   METODOLOGI PENELITIAN
A.    Rencana dan Prosedur Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian PTK dilakukan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dengan pembelajaran Zman prasejarah dengan model kooperatif jigsaw dan observasi, serta refleksi (Arikunto dkk, 2007: 16) dan  (Burns, 1999: 33; Lewin dalam Sukmadinata, 2005: 145).
Disain penelitian tindakan salah satunya adalah model Kemmis dan Mc Taggrat, yaitu berupa perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat yang terdiri dari empat komponen antara lain: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Model tersebut digambarkan seperti Gambar 2. Siklus pada tindakan ini merupakan suatu putaran kegiatan yang berbentuk spiral terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi (Depdikbud,1999: 22).





     

            Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis dan Taggrat

2.      Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMA Negeri 1 Bintan Kelas X sebanyak 32 orang.
3.      Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dengan tahapan:
1)      Perencanaan tindakan
a)      Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan.
b)      Merancang RPP
c)      Menyusun skenario pembelajaran yang sesuai dengan strategi, metoda, dan teknik yang ditetapkan.
d)     Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
e)      Menyiapkan sumber belajar
f)       Menyiapkan format laporan observasi aktivitas guru dan siswa serta tanggapan siswa.
g)      Menyusun instrumen pengumpul data
h)      Menetapkan indikator pencapaian hasil belajar.
i)        Menyiapkan format evaluasi

2)      Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan merupakan pelaksanaan proses pembelajaran pada materi pokok Zaman prasejarah dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif jigsaw. Langkah-langkah proses pembelajaran dilakukan dengan enam tahapan.

3)      Observasi
Observasi dilakukan oleh guru mitra saat pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal yang diobservasi yaitu kegiatan atau aktivitas guru, aktivitas siswa. Aktivitas guru diobservasi mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, hingga kegiatan akhir. Observasi aktivitas siswa dilakukan terhadap aktivitas bertanya, menanggapi pertanyaan, dan diskusi.
4)      Refleksi
Refleksi dilakukan setelah hasil observasi diperoleh. Hasil observasi digunakan untuk refleksi perbaikan tindakan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus selanjutnya.

4.      Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, pedoman wawancara, dan soal tes.

5.      Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif berupa data hasil observasi dianalisis secara deskriptif berdasarkan pendapat ahli pada setiap siklus pada tahapan refleksi. Hasil refleksi digunakan untuk merevisi tindakan melalui perencanaan tindakan pada siklus selanjutnya. Analisis data kualitatif didukung oleh data kuantitatif dari hasil tes. Data kuantitatif hasil tes dihitung rata-ratanya untuk melihat ketercapaian KKM.


G. JADWAL PENELITIAN

JADWAL PELAKSANAN PENELITIAN
No
Kegiatan
Alokasi Waktu
Keterangan
1
2
3
4
A
Persiapan
1. Penyusunan Proposal
9 hari
2. Penyusunan Instrimen untuk data pengamatan dan wawancara
6 hari
3. Kontak awal, minta ijin, mengadakan kesepakatan dengan responden
1 hari
B
Pelaksanaan
1. Pengumpulan data dan pencatatan data
1 hari
2. Mengadakan wawancara guru dan siswa
4. Refleksi
Perencanaan Tindakan Lanjutan refleksi (persiapan pelaksanaan)
2 hari
C
Pelaksanaan Siklus 2
6 hari
D
Pelaksanaan Siklus 3
6 hari
E
Penyusunan Laporan
15 hari
Jumlah
47 hari



H.      DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill Companies.

Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies.

Arikunto S., Suhardjono., Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (Sixth edition). Boston: Houghton Mifflin Company.

Brandstorm, A. (2005). Differentiated Task in Mathematics Textbooks: An Analysis of the levels of difficulty. Lulea: Lulea university of technology.

Burns Anne. (1999). Collaborative Action Research for English Language Teacher. Cambridge: Cambridge University Press.

Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Press.

Krathwohl R. D. (2002). A revision of Bloom’s: an overview – Benjamin S. Bloom, University of Chicago. Chicago: University of Chicago.

Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Lungdren, L. (1994). Cooperative Learning in The Science Classroom. New York: McGraw Hill Companies.

Slavin. (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.

Slavin. (1994). Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights: Allyn & Bacon.

Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sukmadinata, N.S, (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.

AriKhemist Headline Animator

My Headlines